![]() ![]() “Tentu saja tidak, tapi sekarang kita mempunyai bahasa yang baru. ![]() “Apakah orang-orang Indonesia itu bisa berbahasa uab Metô?” tanya Am Siki lagi. Sekarang ini kita adalah Timor Indonesia,” jawab orang-orang kepadanya. “Lalu bendera siapakah yang tergantung itu? Apakah bendera aneh itu panji kerajaan kalian? Am Siki bertanya lagi. “Tidak ada lagi Belanda di sini, kita bukan lagi Timor Belanda.” Seorang warga lalu menjawab pertanyaan si Am Siki tua. Ia memberanikan diri masuk dan bertanya, di belahan dunia manakah dia berada? Apakah kain yang tergantung itu bagian dari Nippon atau Belanda? Indonesia yang asing dari simbol hingga bahasa ini tergambarkan dalam tokoh Am Siki-orang tua penyadap lontar sekaligus pendongeng di Oetimu, suatu hari Am Siki melewati sebuah kampung dan melihat bendera berwarna merah dan putih tengah berkibar di tengah kampung. Bukannya tercipta keterikatan baru dengan Indonesia, orang Timor justru menggalang kesadaran nasionalis mereka sendiri dan menguatkan persatuan mereka dalam melawan orang-orang Indonesia. Nasionalis yang sesungguhnya dipaksakan pada masyarakat yang merasa asing dengan simbol, struktur politik, budaya bahkan bahasa Indonesia itu sendiri, upaya-upaya Indonesia mengintegrasikan orang-orang Timor alih-alih berhasil justru menjadi gagal. Selain itu, kelebihan Orang-orang Oetimu adalah, narasinya berhasil menggambarkan dengan selaras akan situasi ketika model nasional Indonesia diterapkan secara paksa ke dalam masyarakat Timor. Antara pangkat sersan dan cara menghadapi masalah-masalah di desa ala Sersan Ipi diceritakan dengan selaras, kemudian ada pastor yang berupaya keras “memperadabkan” sebuah masyarakat pesisir-yang jauh dari pusat kota dengan cara-cara barat. Orang-orang Oetimu menjadi menarik karena begitu luas ruang lingkup jelajahnya, tak hanya situasi sebuah desa pelosok yang mengalami realitas baru, setelah kekerasan demi kekerasan yang didukung negara membelenggu selama ini, tetapi juga menyorot perkara kemiskinan yang kerapkali dieksploitasi hingga bagaimana laku gereja dipotret.ĭalam Orang-orang Oetimu, narasi-narasi besar macam komunisme, kolonialisme, rezim orde baru, dialihkan ke dalam narasi-narasi kecil yang terasa akrab di dalam kehidupan pedesaaan, terbaca pada fragmen-fragmen berikut kantor koperasi bikinan PKI yang dirobohkan, Sersan Ipi yang mengamankan desa dengan kekerasan-menendang, menempeleng, menyuruh push up, memukul di jalan-jalan-yang kelak tewas dan dianggap kesuma bangsa. ![]() ![]() Terbitnya Orang-orang Oetimu (Felix K Nessi) oleh penerbit Marjin Kiri memberikan kesegaran, kejenakaan sekaligus kegembiraan dalam khazanah sastra kita. Realitas Desa, Silvy dan Tubuh Perempuan dalam Novel Orang-orang Oetimu karya Felix K. ![]()
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |